Kartu Kata Pembangkit Belajar
“Prestasi lebih berisi daripada gengsi, karya lebih utama daripada gaya, dan doa adalah segala-galanya.” Motto hidup Esih Nurjanah, SPd, ini begitu pas dengan perjalanan hidupnya.
Esih tetap bersahaja, meski kerap jawara. Tidak banyak basa-basi, kendati sering berprestasi. “Ya begitulah si Esih. Sejak masih kecil dulu sampai sekarang sudah berumah tangga tidak berubah. Ia memang pekerja keras dan tidak pernah gengsi dengan pekerjaan,” kata Rusminah, bibi Esih Nurjanah.
Tulisan ini ditujukan semata-mata sebagai penyemangat para anak didik, bersumber dari Esih Nurjanah yang di ambil dari tulisan-tulisan yang saya dapat lalu saya kumpulkan
Esih Nurjanah lahir di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, 15 November 1974. Hari Jumat, persis bersamaan berkumandangnya azan shubuh. Darah Kerawang asli dibawa dari garis ibunya, Endeh Fatimah. Ayahnya, Muchtar Efendi berasal dari Cianjur. Nama Esih Nurjanah adalah pemberian orangtuanya kali ketiga. “Dulu sebelum diberi nama Esih, saya sering sakit-sakitan,” kata Esih.
Nama Esih Nurjanah bermakna mulia. Esih diambil dari ujaran Sunda nu welas sareung nu asih yang berarti menyayangi dan mengasihi. Sedang Nurjanah berasal dari bahasa Arab, bermakna cahaya surga. “Orangtua berharap kelak saya setelah dewasa suka menyayangi dan mengasihi kepada sesama dan bermanfaat bagi orang lain,” kata Esih.
Aktivitas harian Esih kecil, di usia sekolah dasar (SD), dimulai sejak pukul 03.00 membantu ibunya jualan nasi di Pasar Baru Karawang. Esih dan ibunya, berjalan kaki sekitar dua kilometer dari rumahnya, di Jalan Raden Ahmad Soleh, Sadamalun I No.47 RT 03/ RW 07, menuju pasar. Menjelang jam sekolah, Esih baru bergegas pergi sekolah. Selepas sekolah, ia kembali ke pasar membantu emaknya, hingga sekitar pukul 16.00. Membantu emaknya jualan nasi di pasar dilakoni Esih hingga lulus D-2 PGTK IKIP Jakarta tahun 1997. Saat sudah lebih dewasa, di pasar Esih juga menjaga adik-adiknya, Dudi Iskandar (lahir 1978), Asep Kurniawan (lahir 1980), dan Herni Kurniawati (lahir 1982).
Menempuh Dua Sekolah
Orangtua Esih dikenal taat beragama. Sehingga, Esih juga disekolahkan ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Hidayah, saat ia naik kelas 3 SDN Tambak Baya 3 Karawang, pada 1983. Pagi hari sekolah di SDN Tambak Baya 3, siang hingga sore di MI Al Hidayah.
Setamat SD tahun 1987, Esih melanjutkan ke SMPN 2 Karawang. Ijazah MI Al-Hidayah diraih saat kelas 2 SMP pada 1989. Di MI Al-Hidayah, Esih berprestasi bagus, pernah Juara I lomba tagonian (kasidah) antar madrasah se-Kabupaten Karawang.
Di SMPN 2 Karawang, prestasi Esih juga cemerlang. Ia jawara di kelas dan saat lulus pada 1990 menyabet Juara II. Selain itu, ”Sejak kelas 1 sampai kelas 3 saya selalu terpilih jadi ketua kelas, aktif di OSIS, Pramuka dan Patroli Keamanan Sekolah (PKS),” katanya. Ia juga aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler seperti menari dan menyanyi.
Dasar memiliki bakat bisnis, Esih pun tidak meluangkan kesempatan percuma. Di kantin sekolah, ia menitipkan jualan pernik-pernik aksesoris. ”Sebenarnya jualan pernik aksesoris telah saya lakukan sejak kelas 3 SD. Yang penting tidak sampai mengganggu belajar di sekolah,” kata Esih.
Di SMAN 5 Karawang, Esih termasuk siswa jempolan. Setidaknya, ia rangking 3. Di luar prestasi akademis, ia Juara I Peragaan Busana Muslimah di sekolahnya. Selain itu, juga aktif di ekstrakurikuler hadrah dengan memainkan musik bonang. Hadrah SMA 5 bahkan sering manggung di sekolah-sekolah lain. Untuk menambah pemasukan, ia berjualan kacang atom di kantin OSIS. ”Yang menarik dari jualan kacang atom ini, saya membuat sendiri setiap tiga hari sekali. Saya ingin belajar cari uang sendiri dan meringankan beban orangtua yang masih menanggung biaya pendidikan ketiga adik saya,” ujarnya.
Langganan Kereta Api
Lulus SMA pada 1993, Esih berharap diterima lewat program penelusuran minat dan kemampuan (PMDK) IKIP Jakarta. Tapi, pilihannya gagal. “Saya tergiur ingin menekuni bisnis, jika bisa masuk di jurusan akuntansi,” katanya. Ia kemudian mengikuti kursus dan bekerja di Pabrik Tekstil Mandala di Karawang. Perjalanannya bekerja di pabrik tekstil ini hanya seumur jagung alias sekitar tiga bulanan.
“Saya diingatkan seorang teman, mengapa senang kerja jadi buruh pabrik. Kalau memiliki prestasi cemerlang dan otak pintar lebih baik kuliah,” kata Esih mengingat teguran temannya. “Saya kemudian minta pertimbangan kedua orangtua, dan diizinkan mengikuti ujian Program D-2 Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (PGTK) IKIP Jakarta,” tambahnya.
Di sela kesibukan kuliahnya, Esih tak malu membantu ibunya berjualan di pasar. “Seperti biasa, pagi buta sekitar pukul 03.00 sampai pukul 05.00 saya di pasar membantu ibu. Setelah itu saya menuju Stasiun Kereta Api (KA) Karawang berangkat kuliah menuju Jakarta, turun di Stasiun KA Klender, kemudian oper bus kota menuju kampus,” katanya.
Persoalannya, KA jurusan Karawang-Jakarta jadualnya terbatas. Tidak seperti jurusan Jakarta-Bogor, setiap setengah jam ada KA. Esih justru menyesuaikan dengan jam KA Jakarta-Karawang. KA ekonomi terakhir menuju Karawang sekitar pukul 17.00. Sehingga, ada kegiatan kampus atau tidak, Esih selalu pulang bersama KA sore itu. “Bisa dipastikan saya tidak mengikuti kuliah fulltime, karena kalau mengikuti kuliah sampai selesai ketinggalan KA,” kata Esih mengenang masa kuliahnya.
TK Keliling Hingga Al Azhar
Saat kuliah, Esih juga aktif di Kelompok Sosial Pecinta Anak (KSPA) IKIP Jakarta. “Sejak aktif di KSPA ini, setiap Sabtu saya mengajar di Taman Kanak-kanak (TK) Keliling,” katanya. Disebut keliling, karena tempat belajarnya selalu pindah-pindah. Kadang di garasi rumah, di Balai RW, atau halaman rumah warga.
Ketika praktik mengajar, ia mendapatkan tugas di TK Lab School IKIP Jakarta. “Di sinilah saya merasa ditempa bagaimana menjadi guru TK yang baik dan profesional. Hasil praktik mengajar saya mendapat nilai tertinggi,” katanya mantap.
Di TK Lab School IKIP Jakarta ini, Esih mendapatkan sosok ibu asuh yang banyak membimbing dan mengarahkan minatnya jadi guru TK. Dialah Hj. Nurhayati, SPd, guru TK senior dan pernah meraih guru TK berprestasi tingkat nasional.
“Dia yang mengarahkan saya, agar setelah lulus D-2 PGTK IKIP Jakarta pada 1997 langsung melamar ke TK Islam Al-Azhar yang dikenal sebagai salahsatu TK bonafid,” kata Esih. Esih menuruti anjuran Nurhayati sembari mengajar di TPA At Taqwa dan TPA Al Husna.
Awal diterima di Al Azhar, Esih magang di TK Azhar 8 Jaka Permai, Bekasi. Ia sempat bingung, bukan dalam hal menghadapi siswa dan teman guru. Melainkan, bingung harus tinggal di mana. “Di Jakarta maupun Bekasi, saya tidak punya sanak saudara,” katanya. Syukurlah, ada teman guru, Inayati Hasan, yang menawarkan tumpangan sementara di rumahnya, sebelum Esih mendapat tempat indekos. “Di TK Al Azhar saya berusaha menunjukkan dedikasi dan loyalitas tinggi. Sehingga saya ditetapkan jadi guru tetap honorer dan mendapat fasilitas 100%,” tambahnya.
Selang dua tahun di Al Azhar, tepatnya pada 1999, Esih melanjutkan kuliah S-1 Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dulu bernama IKIP Jakarta. Ia mengikuti program ekstensi, sore hingga malam. Biaya kuliah merupakan tabungannya selama dua tahun bekerja. “Dalam 3 tahun saya selesaikan kuliah dengan hasil memuaskan,” katanya.
Berjodoh di Bank
Lulus kuliah S-1, rupanya jadi kenangan indah sepanjang hidup Esih. Soalnya, selain bisa lulus kuliah dengan biaya sendiri, di pertengahan 2002 itu dirinya dilamar Ibnu Hajar, SE, lelaki kelahiran Pangkal Pinang 29 Mei 1974.
Menurut Esih, perjalanan ketemu jodoh ini boleh dibilang kebetulan dan tak melewati masa pacaran yang panjang. Kisahnya, berawal sekitar April 2002 saat menabung uang siswa-siswinya. KTP Esih ditahan petugas Bank Muamalat Cabang Kalimalang, Bekasi. “Kok tumben ada penahanan KTP. Padahal selama ini tidak pernah terjadi adanya penahanan identitas. Ini ada apa ya,” kata Esih penasaran.
Usut punya usut, lanjut Esih, ternyata sang penahan KTP-nya adalah Ibnu Hajar, SE, yang kala itu jadi teller Bank Muamalat Cabang Kalimalang, Bekasi. Disitulah perkenalannya makin intensif hingga ke jenjang pernikahan, 3 Agustus 2002. “Penahanan KTP saya itu jadi media ketemu jodoh,” kenangnya.
Perkawinan Ibnu Hajar – Esih Nurjanah, kini dikaruniai dua putra: Fatih Ibnu Alifian (lahir di Bekasi, 16 Mei 2003) dan Fauzan Ibnu Fakhriyan (lahir di Bekasi, 19 Mei 2005). Meski sibuk bekerja, Esih tetap menyadari porsi sebagai istri dan ibu. Esih dan Ibnu bersekapat soal pengaturan aktivitas di rumah dan luar rumah.
Aktivitas keseharian Esih dimulai sejak usai salat Shubuh berjamaah di masjid. Ia biasa menyiapkan sarapan suami dan kedua anaknya. Pukul 06.30, Esih dan suaminya serta Fatih berangkat berboncengan sepeda motor. Suaminya mengantar dulu Esih dan Fatih ke TK Azhar, lantas meluncur ke kantornya Bank Muamalat Cabang Kalimalang, Bekasi. Adapun Fauzan, dititipkan pada Bu Turinah, tetangga samping kanan rumah Esih. “Kalau kebetulan bibi saya datang, saya titipkan ke bibi,” kata Esih.
Jam pulang kerja Esih sering bersamaan dengan jadual suaminya. Guru dan karyawan TK Al Azhar pulang kerja pukul 16.00. Sedang siswa pulang sekolah pukul 10.00. Namun Fatih, dibiasakan menunggu ibunya di sekolah. “Sehingga kami pergi dan pulang kerja sering bersamaan,” tutur Esih.
Setibanya di rumah, Esih membiasakan sharing dengan anaknya. Misalnya Fatih diminta bercerita apa saja selama seharian di sekolah kepada adiknya, Fauzan. “Perlakuan ini saya biasakan, agar di antara anak-anak kami tidak merasa terasing dengan orangtua dan saudaranya,” tambahnya.
Sebelum beranjak malam, Esih biasa merapikan rumah dan menyiapkan makan malam. Berikut mengajari dua anaknya menghafal surat-surat pendek Al Quran dan mengenalkan huruf-huruf Arab, serta mengajari membaca, menulis dan berhitung. Setelah itu, bersama-sama mengikuti shalat berjamaah di masjid setiap Maghrib dan Isya.
“Kami sekeluarga makan malam bersama usai shalat Isya. Saya paling suka memasak pempek Palembang, meski saya orang Sunda,” kata Esih. Khusus Ahad, Esih selalu menyempatkan buat keluarga, misalnya silaturahmi ke rumah saudara, ke toko buku, memancing, dan lain-lain.
Firasat di Tanah Suci
Kepala TK Al-Azhar 8 Jaka Permai, Hj. Nur’aini, SPd (41 tahun) menjelaskan, bahwa keberhasilan Esih Nurjanah dalam “Lomba Guru Berprestasi Tingkat Nasional 2008” ini mengingatkan dirinya saat ibadah haji pada 2007 lalu. “Selama di Mekkah dan Madinah saya seakan melihat begitu banyak bayang-bayang Esih. Cuma, saya belum bisa menangkap ada firasat apa di balik itu. Ini mungkin rahasia Allah SWT,” tutur Nur’aini.
“Ini ada apa. Jangan-jangan dalam waktu dekat Esih juga bakal beribadah ke Tanah Suci. Allahu Akbar, ternyata betul. Esih bersama suaminya bisa melakukan umrah ke Tanah Suci, hadiah dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat atas keberhasilannya menjadi pemenang kesatu guru berprestasi tingkat Propinsi Jawa Barat 2008,” tambahnya.
Dijelaskan, dari total 21 guru di TK Islam Al-Azhar 8 Jaka Permai Kota Bekasi, yang lulus S-1 baru empat orang, yakni Esih Nurjanah, Nunuk Tri Lestari, Fatimah, dan ia sendiri selaku Kepala TK.
Singkat cerita, dalam lomba guru berprestasi itu, Esih berturut-turut lolos seleksi dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga kemudian jadi Juara I nasional. Di tingkat nasional yang diikuti 33 peserta wakil semua provinsi, Esih mengusung karya tulis berjudul ”Pemanfaatan Alat Peraga Area Bahasa Dalam Meningkatkan Pemahaman Huruf dan Kata (Studi Kasuistik pada siswa TK Kelompok B2 di TK Islam Al-Azhar 8 Jaka Permai Bekasi).”
Huruf dan Kata dalam Permainan
Kebiasaan membaca, mencermati, mengamati, serta meneliti terhadap beragam kasus dan problem pembelajaran siswa-siswinya memudahkan Esih dalam menyusun karya ilmiah. Sehingga, meski waktu persiapan lomba hanya tiga hari, ia tidak bingung.
Dalam pengenalan huruf dan kata yang mudah ditangkap dan dicerna anak usia prasekolah, Esih menerapkan pada 24 muridnya (11 laki-laki dan 13 perempuan) sebagai objek penelitian. ”Guru atau pendidik harus jeli dan cermat dalam menangkap perkembangan kejiwaan siswa belajarnya,” komentar Esih menjelaskan ihwal inti sasaran penelitiannya.
Menurut Esih, anak usia TK adalah sosok individu yang sedang menjalani proses perkembangan dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. “Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya serta seolah-olah tak pernah berhenti untuk belajar,” ujarnya.
Dari sinilah, Esih kemudian mengemas alat peraga berupa puzzle suku kata bergambar, kartu domino kata bergambar, serta seperangkat alat pancing berikut miniatur kolam-kolaman dilengkapi kartu gambar-gambar ikan yang sudah ditempeli huruf-huruf plus lubang pengaitnya untuk memudahkan kena pancing yang telah disiapkan.
Esih membagi teknik pembelajarannya dua langkah. Pertama, guru meminta siswanya duduk berkelompok membuat lingkaran. Seorang siswa diminta mengocok kartu kata bergambar dan membagikan pada temannya sebanyak tiga atau empat kartu. Sehingga setiap siswa dapat melihat dengan jelas gambar dari kartu-kartu tersebut.
Kedua, siswa diminta menentukan apa permainan pertama. Caranya bisa melalui suit, yang menang menentukan apa permainan pertamanya. Lalu siswa meletakkan kartu pertamanya, misalnya gambar topi ditandai huruf “to.” Bagi siswa yang mempunyai pasangan huruf tersebut, sambil membunyikan hurufnya ia diminta memasangkannya dengan kartu kata gambar lain dari temannya yang telah ditandai huruf “pi.”
Begitulah permainan kartu kata bergambar ini dilakukan secara bergiliran sampai merata ke semua siswa. Adapun siswa yang lebih dahulu habis kartu kata gambarnya, dialah pemenangnya, dan guru memberikan reward.
Hasilnya, dari 24 siswa yang sebelumnya kurang memahami huruf dan kata, menurut Esih, mereka mengalami peningkatan pesat. “Dengan menggunakan metode permainan kartu kata bergambar ini, hasilnya sangat efektif dan siswa dengan cepat melakukan pemahaman terhadap huruf dan kata yang disampaikan guru,” ungkapnya.
Menurut Esih, ada beberapa manfaat dari penerapan metode permainan kartu kata bergambar ini. Di antaranya, anak tidak cepat bosan dan sekaligus mudah memahami huruf dan kata sebagai perbendaharaan pembelajaran membaca di kemudian hari. Sedang bagi orangtua, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pembelajaran membaca anak TK.
Tempat Curhat Sejawat
Di TK Islam Al Azhar 8, Esih tidak hanya dikenal sebagai karyawan yang rajin dan guru kreatif. Tapi, ia juga kerap jadi tumpuan bertanya dan tempat curahan hati (curhat) sejawat guru.
“Rupanya teman-teman guru menganggap saya lebih tahu persoalan pembelajaran dan dunia pendidikan. Padahal tidak demikian, saya sejatinya tidak beda dari guru-guru lainnya. Hanya saja, saya rajin belajar dan banyak membaca,” tutur Esih merendah. “Setiap selesai mengikuti seminar atau pelatihan di luar sekolah, saya langsung mentransfer ilmu yang saya dapat kepada teman-teman dengan rapat insidentil,” tambahnya.
Esih juga dikenal suka menampilkan sesuatu yang beda dari kelas lainnya. Misalnya, membuat pentas mini dengan operet sederhana, membuat kaledioskop kelas sendiri, dan memberikan materi dengan komputer. “Itu semua ditujukan agar siswa selalu bersemangat untuk sekolah dan membuat orangtua bangga,” tandasnya.
Menurut Nur’aini, Esih juga memberi contoh kepada guru-guru junior. ”Dia betul-betul jadi motivator teman-temannya. Juga jadi contoh ketika diserahi tanggungjawab dipastikan ditangani sampai tuntas. Setahu saya, dia tidak pernah menangani pekerjaan setengah jalan. Tapi, dikerjakan sampai tuntas,” puji Nur’aini.
Tidak Pilih Kasih
Menanggapi keberhasilan Esih ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Drs.H. Kodrato, MM, MBA (53 tahun) mengatakan, pihaknya tahun). merasa bangga. “Ini jadi motivasi bagi seluruh guru dan aparatur pendidikan di Kota Bekasi dan sekaligus akan berpengaruh pada kinerja proses kegiatan belajar mengajar. Mudah-mudahan pada tahun depan juara-juara lainnya juga diperoleh Kota Bekasi,” kata Kodrato didampingi Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Drs. H. Sumirgo, MPd (56
Kodrato menjelaskan, Kota Bekasi sebagai pintu gerbang Jawa Barat, diharapkan bisa menjadi tolok ukur kemajuan pendidikan di Jawa Barat. Apalagi kebijakan walikota cukup baik terhadap dunia pendidikan. Walikota Bekasi selalu mendukung terhadap prestasi bidang pendidikan, baik tingkat lokal, nasional maupun internasional.
“Kota Bekasi sudah beberapa kali meraih juara di tingkat internasional, seperti kejuaraan catur dan olimpiade MIPA. Sekarang juara guru TK tingkat nasional,” tuturnya. Keberhasilan Esih di ajang nasional merupakan prestasi guru terbaik kelima sejak tahun 1980.