Guru Di Negara Maju Lebih Khawatir Muridnya Tidak Bisa Mengantri Ketimbang Tidak Bisa Matematika, Simak Penjelasannya

Guru Di Negara Maju Lebih Khawatir Muridnya Tidak Bisa Mengantri Ketimbang Tidak Bisa Matematika, Simak Penjelasannya

Guruedukasi - Guru Di Negara Maju Lebih Khawatir Muridnya Tidak Bisa Mengantri Ketimbang Tidak Bisa Matematika, Kenapa?

Guru Di Negara Maju Lebih Cemas Siswanya Tidak Dapat Mengantre Daripada Tidak Dapat Matematika, Mengapa?

Mempunyai anak yang pandai dalam semua sektor memang dambaan orangtua, tetapi cuma sedikit anak yang dapat meraihnya karena kekuatan masing-masing anak berlainan

Seorang guru di Kupang, Nusa Tenggara Timur, lewat account Facebook, Daniel Tapobali, mempublikasikan status mengenai perbedaan skema pengajaran di negara maju dengan pengajaran di Indonesia yang pernah virall.

Seorang guru di Australia pernah berbicara :

"Kami tidak begitu cemas anak-anak sekolah dasar kami tidak pintar Matematika ".Kami lebih cemas bila mereka tidak pintar mengantri."

Saya bertanya "mengapa demikian?"

Jawabannya :

  1. Karena kita perlu latih anak tiga bulan saja secara intens untuk dapat Matematika, sementara kita perlu latih anak sampai 12 Tahun atau lebih buat dapat mengantre dan selalu ingat pelajaran dibalik proses mengantri.
  2. Karena tidak seluruhnya anak nantinya memakai pengetahuan matematika terkecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Beberapa mereka anak menjadi penari, olahragawan, musikus, pelukis, dsb.
  3. Karena semua siswa sekolah tentu lebih memerlukan pelajaran Norma Kepribadian dan pengetahuan share sama orang lain saat dewasa kelak.

"Apa pelajaran penting dibalik budaya MENGANTRI?"

"Oh banyak sekali.."

  1. Anak belajar management waktu bila ingin mengantre paling depan tiba lebih cepat dan penyiapan lebih awal.
  2. Anak belajar bersabar menanti gilirannya bila dia mendapatkan antrean di ada di belakang atau tengah.
  3. Anak belajar menghargai hak seseorang, yang tiba lebih cepat bisa gantian lebih awal.
  4. Anak belajar disiplin, sama dengan, tidak menyerobot hak orang lain.
  5. Anak belajar inovatif untuk pikirkan aktivitas apa yang dapat dilaksanakan untuk menangani kebosanan saat mengantri. (di Jepang umumnya orang akan membaca buku saat mengantri)
  6. Anak dapat belajar bergaul menegur dan berbicara sama orang lain di antrean.
  7. Anak belajar tegar dan sabar jalani proses di dalam meraih arahnya.
  8. Anak belajar hukum karena karena, jika tiba telat harus terima resikonya di antrean belakang.
  9. Anak belajar disiplin, teratur, dan menghargakan seseorang
  10. Anak belajar mempunyai RASA MALU, bila dia menyerobot antrean dan hak orang lain.
  11. Dan ada banyak pelajaran yang lain, silahkan anda dapatkan sendiri..

FAKTANYA di Indonesia..

Beberapa orang tua malah mengajarkan anaknya dlm permasalahan mengantre dan menanti gantian, Seperti berikut :

  1. Ada orang-tua yang memaksakan anaknya untuk "menyelusup" ke antrean depan dan ambil hak anak yang lain terlebih dahulu mengantre dengan rapi. Dan berbicara "Telah cuek saja, berpura-pura tidak tahu saja !!"
  2. Ada orang-tua yang membentak anaknya dan berbicara "Dasar Penakut", karena anaknya tidak ingin dipaksakan menyerobot antrean.
  3. Ada orang-tua yang menggunakan strategi atau argumen supaya ia atau anaknya dikasih porsi antrean paling depan, dengan argumen anaknya masih kecil, lelah, tempat tinggalnya jauh, orang tidak sanggup, dsb.
  4. Ada orangtua yang geram-marah karena ia atau anaknya ditegur karena menyerobot antrean seseorang, lalu ngajak berkelahi sang penegur.
  5. Dan beragam kasus yang lain barangkali sempat anda alami.

Yok kita ajari anak-anak kita, famili dan saudara untuk belajar norma sosial, terutamanya ANTRI.

Menurutnya budaya SUAP dan KORUPSI diawali dari tidak ingin belajar berbaris

Beberapa Respon Warganet

Umumnya warganet memberikan animo dan terima kasih atas status yang di-publish Daniel.

Bahkan juga ada yang minta agar status ini tidak boleh dibuang, meminta diprint agar mereka dapat memperoleh kopiannya.

Mereka memandang budaya berbaris sebagai salah satunya wujud pengajaran watak seperti sedang digalakkan pemerintahan Indonesia saat ini.

Lalu siapa yang perlu mengajarkannya?

Ya, tak perlu jauh-usah jauh, Anda sebagai orangtualah yang perlu memberikan contoh, dimulai dari rumah.

Seterusnya, beberapa guru di sekolah harus juga mengajarkannya, pertama kali lewat panutan hidup.

Selamat mengajarkan

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url