Mendidik Anak Menjadi Pribadi Yang Menghormati Dan Menghargai Orang Lain
guruedukasi - Mendidik Anak Jadi Individu Yang Menghargai Dan Menghargakan Orang Lain. Pengajaran kepribadian kerap jadi suatu hal yang kurang di utamakan bila dibanding dengan pengetahuan umum dan eksakta. Pengajaran kepribadian dikerjakan dengan toleran semakin tinggi dengan pembelaan: "ah ia masih kecil" atau "ia akan berbeda sendirinya kelak".
Jarang-jarang sekali kita mendapati sebuah keluarga yang jadikan pengajaran kepribadian jadi fokus utama khusus. Dengan argumen masih di dunia, hingga cari suatu hal yang lebih "penting" untuk kelangsungan hidup menyebabkan lebih ramah pada sikap yang keliru asal untuk maksud yang bagus. Misalkan menjiplak bisa dimengerti asal nilai pelajaran masih termasuk "very good'.
Demikian pula dengan sikap dan tindakan pada orang lain, perlakukanlah orang lain seperti kamu mengharap orang lain perlakukanmu atau sayangilah orang lain seperti diri kamu sendiri berkesan terlampau teks book dan suatu hal yang terlampau bagus untuk dilaksanakan. Ini ditambah dengan persyaratan: bila orang lain lakukan yang bagus baru kita membalasnya dengan lakukan hal yang lebih kurang sama.
Hidup jadi sebuah persaingan di mana orang yang menang jadi suatu hal yang diharap dan kebalikannya yang kalah jadi noda. Walau sebenarnya manusia yang bersaing ialah orang yang sanggup menyesuaikan secara baik dan ambil peranan dengan maksimal dari tiap keadaan yang ditemuinya. Bersaing tidak berarti menaklukkan atau mengalahkan orang lain. Bila pada akhirannya hasil dan prestasi yang diraih orang lain semakin tinggi itu ialah akibatnya karena manusia yang bersaing barusan bukan arah dari "membuat" manusia yang bersaing.
Orang yang memandang jika hidup ini ialah persaingan tidak mampu menghargai dan menghormati orang lain semestinya perintah Tuhan. Saat mendapat hasil lebih baik memandang itu ialah hasil kerjanya sendiri dan memunculkan kesombongan (superioritas) dari orang yang tidak sebagus dan seberuntung dianya.
Mendidik Anak Jadi Individu Yang Menghargai Dan Menghargakan Orang Lain, Diawali Dari Keluarga
Saat seorang anak tidak sanggup menghargai dan menghormati orang lain, yang keliru tentulah bukan faksi external seperti sekolah dan lingkungan. Penghormatan dan penghargaan pada orang lain diawali dari keluarga, anak-anak dan orang tua. Jalani training sebagus dan semahal apa saja berkaitan norma dan seni perlakukan orang lain akan percuma bila rumah tidak sedikitpun mempresentasikan penghormatan dan penghargaan ke orang lain.
Tragisnya sedikit orang tua yang ingin dan ikhlas menginvestasikan materi untuk memberikan dukungan pengetahuan dan pengenalan anak-anaknya berkaitan sikap hormat dan tertarik ke orang lain. Bila pendanaan dalam keluarga di deskripsikan seperti bujet, karena itu jatah untuk pengajaran dan pembimbingan kepribadian tidak ada apa-apanya dibanding dengan ongkos pengajaran pengetahuan umum dan ketrampilan.
Keadaan ini jadi makin ironis bila di dalam rumah, penghormatan dan penghargaan ke anak-anak didasari ke perolehan dan prestasi di sekolah dan tugas atau berapa penurut ke orang tua. Ke anak-anak bukan diberi penghargaan dan penghormatan semestinya ciptaan Tuhan dengan kekhasan dan kelebihan masing-masing.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga semacam ini pasti memandang saudaranya yang tidak sukses di sekolah dan tugas sebagai "lapung" atau suatu hal yang kelahirannya sebagai sebuah kejadian/kecelakaan. Seorang yang sukses di sekolah dan punyai tugas yang bagus bisa menjadi perwakilan anak yang mengikuti orang tua dan kelahirannya benar-benar di inginkan.
Menghargai Dan Menghargakan Orang Lain, Pengajaran Yang Benar-benar Penting Semenjak Awal
Mendidik anak jadi manusia super dalam kepandaian dan ketrampilan akan baik sekali bila pengajaran kepribadian jadi dasar. Perolehan dan prestasi paling tinggi bisa menjadi berharga bila itu melahirkan faedah untuk sesamanya tidak untuk melampaui dan menaklukkan orang lain.
Sayang pengajaran kepribadian semacam ini tidak diberikan di sekolah resmi sebagus seperti pada dalam keluarga. Orang tua yang tidak mengetahui jika pengajaran kepribadian, memberikan nilai-nilai kebenaran dalam cerita dan praktika khususnya bagaimana menghargai dan menghormati orang lain ialah tanggungjawab keluarga akan melahirkan anak-anak yang di satu segi berasa super tapi jadi monster pada sekelilingnya. Seorang yang memandang dianya harus lebih bagus, semakin tinggi dan jadi manusia yang tidak dapat mengucapkan syukur saat orang lain mempunyai perolehan lebih bagus.
Menghargai dan menghormati orang lain tanpa kecuali tinggi rendah, kaya miskin, elok buruk seperti seperti sebuah ciptaan Tuhan yang prima akan jadikan seorang anak masih tetap sanggup mengucapkan syukur dan optimis saat perolehannya tidak sebagus saudaranya. Yang lebih sukses bisa menjadi motivator dan terus belajar untuk jadikan kesuksesannya mengusung dan menggerakkan beberapa orang dibawahnya.
Perlu di ketahui jika saat seorang perlakukan dunia ini sebagai sebuah persaingan akan menjadikan sebagai orang yang tidak pernah bahagia karena di hantui oleh sebuah "kesuksesan". Orang yang paling teraniaya di dunia ialah yang tidak mengenali kasih sayang dan tidak dapat mengucapkan syukur. Kasih sayang lahir dari penghormatan dan penghargaan ke orang lain, susah memikirkan menyukai tapi tidak tertarik ke orang yang kita sayangi. Mengucapkan syukur terkait dengan sikap hormat ke Tuhan, bagaimanakah mungkin kita menyimpan hormat ke Tuhan yang tidak terlihat sementara ke orang lain kita berlaku kebalikannya. Penting, Mendidik Anak Jadi Individu Yang Menghargai Dan Menghargakan Orang Lain.